1. Jelaskan
sistem prosedur tentang kepemiluan di Indonesia !
Jawab :
Sistem Pemilu
Sistem
Pemilihan Umum merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga negara
memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode berhubungan
erat dengan aturan dan prosedur merubah atau mentransformasi suara ke kursi di
parlemen. Mereka sendiri maksudnya adalah yang memilih ataupun yang hendak
dipilih juga merupakan bagian dari sebuah entitas yang sama.
Terdapat
bagian-bagian atau komponen-komponen yang merupakan sistem itu sendiri dalam
melaksanakan pemilihan umum diantaranya:
a. Sistem hak
pilih
b. Sistem
pembagian daerah pemilihan.
c. Sistem
pemilihan
d. Sistem
pencalonan.
Bidang ilmu
politik mengenal beberapa sistem pemilihan umum yang berbeda-beda dan memiliki
cirikhas masing-masing akan tetapi, pada umumnya berpegang pada dua prinsip
pokok, yaitu:
a. Sistem
Pemilihan Mekanis
Pada sistem
ini, rakyat dianggap sebagai suatu massa individu-individu yang sama.
Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih masing-masing dalam
mengeluarkan satu suara di tiap pemilihan umum untuk satu lembaga perwakilan.
b. Sistem
pemilihan Organis
Pada sistem
ini, rakyat dianggap sebagai sekelompok individu yang hidup bersama-sama dalam
beraneka ragam persekutuan hidup. Jadi persekuuan-persekutuan inilah yang
diutamakan menjadi pengendali hak pilih.
Pentingnya
Pemilu
Pemilu
dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret
keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu,
sistem & penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama
karena melalui penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan
dapat benar-benar mewujudkan pemerintahan demokratis.
Pemilu
sangatlah penting bagi sebuah negara, dikarenakan:
Pemilu
merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat.
Pemilu
merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.
Pemilu
merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
Pemilu
merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional.
Asas-asas
PEMILU
1. Langsung
Langsung,
berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara langsung
dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada perantara.
2. Umum
Umum, berarti
pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yg memenuhi persyaratan,
tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan, pekerjaan,
kedaerahan, dan status sosial yang lain.
3. Bebas
Bebas,
berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada
pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk membawa
aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.
4. Rahasia
Rahasia,
berarti dalam menentukan pilihannya, pemilih dijamin kerahasiaan pilihannya.
Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh
orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
5. Jujur
Jujur,
berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga
bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Adil
Adil, berarti
dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum mendapat
perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.
Sistem
Distrik dan Proporsional -Kelebihan dan Kekurangan
Berikut
penjabaran mengenai kelebihan dan kekurangan sistem distrik dan proporsional
yang keduanya termasuk sistem pemilu mekanis seperti yang dijelaskan di atas.
Sistem
perwakilan distrik (satu dapil untuk satu wakil)
Di dalam
sistem distrik sebuah daerah kecil menentukan satu wakil tunggal berdasarkan
suara terbanyak, sistem distrik memiliki karakteristik, antara lain :
first past
the post : sistem yang menerapkan single memberdistrict dan pemilihan yang
berpusat pada calon, pemenangnya adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak.
the two round
system : sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai dasar untuk menentukan
pemenang pemilu. ini dijalankan untuk memperoleh pemenang yang mendapatkan
suara mayoritas.
the
alternative vote : sama dengan first past the post bedanya adalah para pemilih
diberikan otoritas untuk menentukan preverensinya melalui penentuan ranking
terhadap calon-calon yang ada.
block vote :
para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang terdapat dalam
daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang ada.
Kelebihan
Sistem Distrik
Sistem ini
mendorong terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang
diperebutkan hanya satu.
Perpecahan
partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat mendorong
penyederhanaan partai secara alami.
Distrik
merupakan daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik
oleh komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.
Bagi partai
besar, lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.
Jumlah partai
yang terbatas membuat stabilitas politik mudah diciptakan
Kelemahan
Sistem Distrik
Ada
kesenjangan persentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal
ini menyebabkan partai besar lebih berkuasa.
Partai kecil
dan minoritas merugi karena sistem ini membuat banyak suara terbuang.
Sistem ini
kurang mewakili kepentingan masyarakat heterogen dan pluralis.
Wakil rakyat
terpilih cenderung memerhatikan kepentingan daerahnya daripada kepentingan
nasional.
Sistem
Proposional ( satu dapil memilih beberapa wakil )
Sistem yang
melihat pada jumlah penduduk yang merupakan peserta pemilih. Berbeda dengan
sistem distrik, wakil dengan pemilih kurang dekat karena wakil dipilih melalui
tanda gambar kertas suara saja. Sistem proporsional banyak diterapkan oleh
negara multipartai, seperti Italia, Indonesia, Swedia, dan Belanda.
Sistem ini
juga dinamakan perwakilan berimbang ataupun multi member constituenty. ada dua
jenis sistem di dalam sistem proporsional, yaitu ;
list
proportional representation : disini partai-partai peserta pemilu menunjukan
daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai. alokasi kursi
partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.
the single
transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk menentukan
preferensinya. pemenangnya didasarkan atas penggunaan kota.
Kelebihan
Sistem Proposional
Dipandang
lebih mewakili suara rakyat sebab perolehan suara partai sama dengan persentase
kursinya di parlemen.
Setiap suara
dihitung & tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil & minoritas
memiliki kesempatan untuk mengirimkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat
mewakili masyarakat majemuk(pluralis).
Kelemahan
Sistem Proposional
Sistem
proporsional tidak begitu mendukung integrasi partai politik. Jumlah partai
yang terus bertambah menghalangi integrasi partai.
Wakil rakyat
kurang dekat dengan pemilihnya, tapi lebih dekat dengan partainya. Hal ini
memberikan kedudukan kuat pada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di
parlemen.
Banyaknya
partai yang bersaing menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi
partai mayoritas.
Perbedaan
utama antara sistem proporsional & distrik adalah bahwa cara penghitungan
suara dapat memunculkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen
bagi masing-masing partai politik.
2. Sebutkan
permasalahan - permasalahan didaerah perbatasan indonesia !
Jawab :
RI – Malaysia
Kesepakatan
yang sudah ada antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah perbatasan adalah
garis batas Landas Kontinen di Selat Malaka dan Laut Natuna berdasarkan
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan
Malaysia tentang pene-tapan garis batas landas kontinen antara kedua negara
(Agreement Between Government of the Republic Indonesia and Government Malaysia
relating to the delimitation of the continental shelves between the two
countries), tanggal 27 Oktober 1969 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89
Tahun 1969.
Berikutnya
adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia di Selat Malaka pada
tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 2
Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun untuk garis batas ZEE (Zona Ekonomi
Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China Selatan antara kedua negara belum ada
kesepakatan.
Batas laut
teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah Timur
Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu Puteh)
antara Malaysia dan Singapura. Karang ini terletak di tengah antara Pulau
Bintan dengan Johor Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang
Horsburg ini menjadi milik Malaysia maka jarak antara karang tersebut dengan
Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari Pulau Bintan.
Perbatasan
Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan Pulau Sebatik dan
sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga saat ini masih
dalam proses perundingan. Pada segmen di Laut Sulawesi, Indonesia menghendaki
perundingan batas laut teritorial terlebih dulu baru kemudian merundingkan ZEE
dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat perundingan batas maritim harus
dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan batas laut teritorial, Zona
Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen.
Sementara
pada segmen Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan Malaysia masih sebatas
tukar-menukar peta illustrasi batas laut teritorial kedua negara.
RI – Thailand
Indonesia dan
Thailand telah mengadakan perjanjian landas kontinen di Bangkok pada tanggal 17
Desember 1971, perjanjian tersebut telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 21
Tahun 1972. Perjanjian perbatasan tersebut merupakan batas landas kontinen di
Utara Selat Malaka dan Laut Andaman.
Selain itu
juga telah dilaksanakan perjanjian batas landas kontinen antara tiga negara
yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia yang diadakan di Kuala Lumpur pada
tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini telah diratifikasi dengan Keppres
Nomor 20 Tahun 1972.
Perbatasan
antara Indonesia dengan Thailand yang belum diselesaikan khususnya adalah
perjanjian ZEE.
RI – India
Indonesia dan
India telah mengadakan perjanjian batas landas kontinen di Jakarta pada tanggal
8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 51 Tahun 1974 yang
meliputi perbatasan antara Pulau Sumatera dengan Nicobar.
Selanjutnya
dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas kontinen di New Dehli pada
tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1977
yang meliputi Laut Andaman dan Samudera Hindia.
Perbatasan
tiga negara, Indonesia-India- Thailand juga telah diselesaikan, terutama batas
landas kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau Nicobar dan Andaman.
Perjanjian dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi
dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua negara belum membuat
perjanjian perbatasan ZEE.
RI –
Singapura
Perjanjian
perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura telah dilaksanakan mulai
tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat sebagai batas kedua negara.
Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun
1973.
Permasalahan
yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut teritorial bagian timur
dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan kerawanan, karena
Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya. Reklamasi tersebut
mengakibatkan wilayah Si-ngapura bertambah ke selatan atau ke Wilayah
Indonesia.
Penentuan
batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura memerlukan perjanjian
tiga negara antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Perundingan perbatasan
kedua negara pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan pada 8-9 Februari 2012 di
Bali (perundingan ke-2).
RI – Vietnam
Perbatasan
Indonesia – Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai kesepakatan, terutama
batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002. Akan tetapi perjanjian
perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh Indonesia. Selanjutnya Indonesia
dan Vietnam perlu membuat perjanjian perbatasan ZEE di Laut China Selatan. Perundingan
perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 25-28 Juli 2011 di Hanoi
(perundingan ke-3).
RI –
Philipina
Perundingan
RI – Philipina sudah berlangsung 6 kali yang dilaksanakan secara bergantian
setiap 3 – 4 bulan sekali. Dalam perundingan di Manado tahun 2004, Philipina
sudah tidak mempermasalahkan lagi status Pulau Miangas, dan sepenuhnya mengakui
sebagai milik Indonesia.
Hasil
perundingan terakhir penentuan garis batas maritim Indonesia-Philipina
dilakukan pada bulan Desember 2005 di Batam. Indonesia menggunakan metode
proportionality dengan memperhitungkan lenght of coastline/ baseline kedua
negara, sedangkan Philipina memakai metode median line. Untuk itu dalam
perundingan yang akan datang kedua negara sepakat membentuk Technical Sub-Working
Group untuk membicarakan secara teknis opsi-opsi yang akan diambil.
RI – Palau
Perbatasan
Indonesia dengan Palau terletak di sebelah utara Papua. Palau telah menerbitkan
peta yang menggambarkan rencana batas “Zona Perikanan/ZEE” yang diduga
melampaui batas yurisdiksi wilayah Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya
nelayan Indonesia yang melanggar wilayah perikanan Palau. Permasalahan ini
timbul karena jarak antara Palau dengan Wilayah Indonesia kurang dari 400 mil
sehingga ada daerah yang overlapping untuk ZEE dan Landas Kontinen. Perundingan
perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 29 Februari - 1 Maret 2012
di Manila (perundingan ke-3).
RI – Papua
New Guinea
Perbatasan
Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan sejak 22 Mei 1885, yaitu
pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara sampai selatan Papua.
Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Ing-gris pada tahun 1895 dan antara
Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan dimulai
dari pantai utara sampai dengan Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00” bujur
timur, mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141° 01’
10” bujur timur sampai pantai selatan Papua.
Permasalahan
yang timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas, penegasan garis batas dan
lainnya, melalui pertemuan rutin antara delegasi kedua negara. Masalah yang
perlu diselesaikan adalah batas ZEE sebagai kelanjutan dari batas darat.
RI –
Australia
Perjanjian
Batas Landas Kontinen antara Indonesia-Australia yang dibuat pada 9 Oktober
1972 tidak mencakup gap sepanjang 130 mil di selatan Timor Leste. Perbatasan
Landas Kontinen dan ZEE yang lain, yaitu menyangkut Pulau Ashmore dan Cartier
serta Pulau Christmas telah disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua
negara pada tanggal 14 Maret 1997, sehingga praktis tidak ada masalah lagi.
Mengenai batas maritim antara Indonesia – Australia telah dicapai kesepakatan
yang ditandatangani pada 1969, 1972 dan terakhir 1997.
RI – Timor
Leste
Perundingan
batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena
Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan
perundingan batas maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara
maka diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan guna
membahas masalah perbatasan maritim kedua negara.
Permasalahan
yang akan sulit disepakati adalah adanya kantong (enclave) Oekusi di Timor
Barat. Selain itu juga adanya entry/exit point Alur Laut Kepulauan Indonesia
III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste. (Sumber: Mabes TNI AL).
3. Sebutkan
perjanjian - perjanjian yang ada didaerah perbatasan Indonesia !
Jawab :
di darat
1. Malaysia
Kesepakatan
yang sudah ada antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah perbatasan adalah
garis batas Landas Kontinen di Selat Malaka dan Laut Natuna berdasarkan
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan
Malaysia tentang pene-tapan garis batas landas kontinen antara kedua negara
(Agreement Between Government of the Republic Indonesia and Government Malaysia
relating to the delimitation of the continental shelves between the two
countries), tanggal 27 Oktober 1969 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89
Tahun 1969.
Berikutnya
adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia di Selat Malaka pada
tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 2
Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun untuk garis batas ZEE (Zona Ekonomi
Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China Selatan antara kedua negara belum ada
kesepakatan.
Batas laut
teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah Timur
Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu Puteh)
antara Malaysia dan Singapura. Karang ini terletak di tengah antara Pulau
Bintan dengan Johor Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang
Horsburg ini menjadi milik Malaysia maka jarak antara karang tersebut dengan
Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari Pulau Bintan.
Perbatasan
Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan Pulau Sebatik dan
sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga saat ini masih
dalam proses perundingan. Pada segmen di Laut Sulawesi, Indonesia menghendaki
perundingan batas laut teritorial terlebih dulu baru kemudian merundingkan ZEE
dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat perundingan batas maritim harus
dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan batas laut teritorial, Zona Tambahan,
ZEE dan Landas Kontinen. Sementara pada segmen Selat Malaka bagian Selatan,
Indonesia dan Malaysia masih sebatas tukar-menukar peta illustrasi batas laut
teritorial kedua negara.
2. Papua
Nugini
Perbatasan
Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan sejak 22 Mei 1885, yaitu
pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara sampai selatan Papua.
Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Ing-gris pada tahun 1895 dan antara
Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan dimulai
dari pantai utara sampai dengan Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00” bujur
timur, mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141° 01’
10” bujur timur sampai pantai selatan Papua.
Permasalahan
yang timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas, penegasan garis batas dan
lainnya, melalui pertemuan rutin antara delegasi kedua negara. Masalah yang
perlu diselesaikan adalah batas ZEE sebagai kelanjutan dari batas darat.
3. Timor
Leste
Perundingan
batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena
Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan
perundingan batas maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara
maka diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan guna
membahas masalah perbatasan maritim kedua negara.
Permasalahan
yang akan sulit disepakati adalah adanya kantong (enclave) Oekusi di Timor
Barat. Selain itu juga adanya entry/exit point Alur Laut Kepulauan Indonesia
III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste.
dilaut
1. Malaysia
Kesepakatan
yang sudah ada antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah perbatasan adalah
garis batas Landas Kontinen di Selat Malaka dan Laut Natuna berdasarkan
Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan
Malaysia tentang pene-tapan garis batas landas kontinen antara kedua negara
(Agreement Between Government of the Republic Indonesia and Government Malaysia
relating to the delimitation of the continental shelves between the two
countries), tanggal 27 Oktober 1969 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 89
Tahun 1969.
Berikutnya
adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia di Selat Malaka pada
tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 2
Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun untuk garis batas ZEE (Zona Ekonomi
Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China Selatan antara kedua negara belum ada
kesepakatan.
Batas laut
teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat masalah, yaitu di sebelah Timur
Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan Karang Horsburgh (Batu Puteh)
antara Malaysia dan Singapura. Karang ini terletak di tengah antara Pulau
Bintan dengan Johor Timur, dengan jarak kurang lebih 11 mil. Jika Karang
Horsburg ini menjadi milik Malaysia maka jarak antara karang tersebut dengan
Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari Pulau Bintan.
Perbatasan
Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan Pulau Sebatik dan
sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga saat ini masih
dalam proses perundingan. Pada segmen di Laut Sulawesi, Indonesia menghendaki
perundingan batas laut teritorial terlebih dulu baru kemudian merundingkan ZEE
dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat perundingan batas maritim harus
dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan batas laut teritorial, Zona
Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen. Sementara pada segmen Selat Malaka bagian
Selatan, Indonesia dan Malaysia masih sebatas tukar-menukar peta illustrasi
batas laut teritorial kedua negara.
2. Singapura
Perjanjian
perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura telah dilaksanakan mulai
tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat sebagai batas kedua negara.
Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 tahun
1973.
Permasalahan
yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut teritorial bagian timur
dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan kerawanan, karena
Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya. Reklamasi tersebut
mengakibatkan wilayah Si-ngapura bertambah ke selatan atau ke Wilayah
Indonesia.
Penentuan
batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura memerlukan perjanjian
tiga negara antara Indonesia, Singapura dan Malaysia. Perundingan perbatasan
kedua negara pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan pada 8-9 Februari 2012 di
Bali (perundingan ke-2).
3. Vietnam
Perbatasan
Indonesia – Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai kesepakatan, terutama
batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002. Akan tetapi perjanjian
perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh Indonesia. Selanjutnya Indonesia
dan Vietnam perlu membuat perjanjian perbatasan ZEE di Laut China Selatan.
Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 25-28 Juli 2011
di Hanoi (perundingan ke-3)
4. Filipina
Perundingan
RI – Philipina sudah berlangsung 6 kali yang dilaksanakan secara bergantian
setiap 3 – 4 bulan sekali. Dalam perundingan di Manado tahun 2004, Philipina
sudah tidak mempermasalahkan lagi status Pulau Miangas, dan sepenuhnya mengakui
sebagai milik Indonesia.
Hasil
perundingan terakhir penentuan garis batas maritim Indonesia-Philipina
dilakukan pada bulan Desember 2005 di Batam. Indonesia menggunakan
metodeproportionality dengan memperhitungkan lenght of coastline/ baseline
kedua negara, sedangkan Philipina memakai metode median line. Untuk itu dalam
perundingan yang akan datang kedua negara sepakat membentuk Technical
Sub-Working Group untuk membicarakan secara teknis opsi-opsi yang akan diambil
5. Papua
Nugini
Perbatasan
Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan sejak 22 Mei 1885, yaitu
pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara sampai selatan Papua.
Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Ing-gris pada tahun 1895 dan antara
Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973, ditetapkan bahwa perbatasan dimulai
dari pantai utara sampai dengan Sungai Fly pada meridian 141° 00’ 00” bujur
timur, mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut berlanjut pada meridian 141° 01’
10” bujur timur sampai pantai selatan Papua.
Permasalahan
yang timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas, penegasan garis batas dan
lainnya, melalui pertemuan rutin antara delegasi kedua negara. Masalah yang
perlu diselesaikan adalah batas ZEE sebagai kelanjutan dari batas darat.
6. Timor Leste
Perundingan
batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum pernah dilakukan, karena
Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat terlebih dahulu baru dilakukan
perundingan batas maritim. Dengan belum selesainya batas maritim kedua negara
maka diperlukan langkah-langkah terpadu untuk segera mengadakan pertemuan guna
membahas masalah perbatasan maritim kedua negara.
Permasalahan
yang akan sulit disepakati adalah adanya kantong (enclave) Oekusi di Timor
Barat. Selain itu juga adanya entry/exit point Alur Laut Kepulauan Indonesia
III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste. (Sumber: Mabes TNI AL).
7. India
Indonesia dan
India telah mengadakan perjanjian batas landas kontinen di Jakarta pada tanggal
8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 51 Tahun 1974 yang
meliputi perbatasan antara Pulau Sumatera dengan Nicobar.
Selanjutnya
dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas kontinen di New Dehli pada
tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 26 Tahun 1977 yang
meliputi Laut Andaman dan Samudera Hindia.
Perbatasan
tiga negara, Indonesia-India- Thailand juga telah diselesaikan, terutama batas
landas kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau Nicobar dan Andaman.
Perjanjian dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978 dan diratifikasi
dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua negara belum membuat
perjanjian perbatasan ZEE.
8. Thailand
Indonesia dan
Thailand telah mengadakan perjanjian landas kontinen di Bangkok pada tanggal 17
Desember 1971, perjanjian tersebut telah diratifikasi dengan Keppres Nomor 21
Tahun 1972. Perjanjian perbatasan tersebut merupakan batas landas kontinen di
Utara Selat Malaka dan Laut Andaman.
Selain itu
juga telah dilaksanakan perjanjian batas landas kontinen antara tiga negara
yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia yang diadakan di Kuala Lumpur pada
tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini telah diratifikasi dengan Keppres
Nomor 20 Tahun 1972.
Perbatasan
antara Indonesia dengan Thailand yang belum diselesaikan khususnya adalah
perjanjian ZEE.
9. Australia
Perjanjian
Batas Landas Kontinen antara Indonesia-Australia yang dibuat pada 9 Oktober
1972 tidak mencakup gap sepanjang 130 mil di selatan Timor Leste. Perbatasan
Landas Kontinen dan ZEE yang lain, yaitu menyangkut Pulau Ashmore dan Cartier
serta Pulau Christmas telah disepakati dan telah ditandatangani oleh kedua
negara pada tanggal 14 Maret 1997, sehingga praktis tidak ada masalah lagi.
Mengenai batas maritim antara Indonesia – Australia telah dicapai kesepakatan
yang ditandatangani pada 1969, 1972 dan terakhir 1997.
10. Palau
Perbatasan
Indonesia dengan Palau terletak di sebelah utara Papua. Palau telah menerbitkan
peta yang menggambarkan rencana batas “Zona Perikanan/ZEE” yang diduga
melampaui batas yurisdiksi wilayah Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya
nelayan Indonesia yang melanggar wilayah perikanan Palau. Permasalahan ini
timbul karena jarak antara Palau dengan Wilayah Indonesia kurang dari 400 mil
sehingga ada daerah yangoverlapping untuk ZEE dan Landas Kontinen. Perundingan
perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 29 Februari - 1 Maret 2012
di Manila (perundingan ke-3)
sumber :
http://daroen22.blogspot.com/2013/06/perbatasan-wilayah-negara-ri-perjanjian.html
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/06/pemilu-di-indonesia-sistem.html
http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/183-diplomasi-februari-2013/1598-permasalahan-di-perbatasan-ri.html
0 komentar:
Posting Komentar